TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA
NAMA : NOVIKA ANDINI
NPM : 25210079
KELAS :1EB19
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tugas Paper ini untuk memenuhi dalam bidang penilaian mata kuliah Pengantar Ekonomi 2.
Mungkin dalam pembuatan paper ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka saya sangat mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk pembuatan paper untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan harapan semoga paper ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Dengan ini saya mengucapkan terima kasih.
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Indonesia mempunyai tujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Untuk mencapai maksud tersebut dikehendaki suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan ekonomi tidak saja diharapkan dapat mengubah struktur produksi nasional melalui perubahan komposisi PDB, melainkan juga harus mampu mengubah distribusi pendapatan nasional agar makin merata. Keinginan ini juga tertuang dalam GBHN yang menghendaki pemerataan distribusi pendapatan tidak hanya antarlapisan masyarakat, namun juga antardaerah sebagaimana yang tercantum dalam Trilogi pembangunan yang menjadikan pemerataan pembangunan sebagai prioritas.
Oetama (1990) menyatakan pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga arah perencanaan pembangunan daerah tidak akan terlepas dari perencanaan pembangunan secara nasional. Hal ini terutama untuk menghindari adanya kesenjangan pembangunan antardaerah. Persoalan bagaimana kemudian terjadi kesenjangan akan bisa dicermati dari distribusi penduduk, sumber-sumber ekonomi, struktur ekonomi hingga distribusi pendapatan karena masing-masing daerah mempunyai potensi yang berbeda. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dengan menggunakan sumber daya yang ada harus mampu memilih potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang membangun perekonomian daerah.
Sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya kesenjangan pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan antarsektor. Akan tetapi pada kenyataannya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selamanya diikuti pemerataan secara memadai.
Salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan daerah
adalah dengan mengamati seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai daerah tersebut yang tercermin dari kenaikan produk domestik regional bruto (PDRB).
B. Masalah
Dalam suatu negara, keberhasilan pembangunan tidak semata-mata hanya diukur dari kemampuannya untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto serta Pendapatan Nasional per kapita dari penduduknya. Keberhasilan pembangunan juga diukur dari keberhasilan usaha negara tersebut untuk mendistribusikan pendapatan secara merata dan adil serta dapat mengurangi jumlah kemiskinan absolut negara itu. Dalam waktu enam tahun terakhir ini, perekonomian di Kabupaten Banyumas terus mengalami pertumbuhan. Namun demikian, tingkat pertumbuhan tersebut masih belum menggembirakan mengingat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyumas masih lebih rendah daripada tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dan nasional. Perkembangan tersebut belum mampu memberikan perubahan yang cukup mencolok terhadap perbaikan kondisi riil ekonomi masyarakat. Hal ini meng-indikasikan bahwa sektor riil di Kabupaten Banyumas belum tumbuh secara maksimal. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang ada belum mampu menyerap tenaga kerja secara memadai untuk mengurangi tingkat pengangguran, kemiskinan serta mem-perbaiki ketimpangan distribusi pendapatan.
C. Landasan Teori
Menurut Arsyad, Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi ini pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
- suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus;
- usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita;
- kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang;
- perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang.
Sebagai suatu proses, maka pembangunan ekonomi mempunyai kaitan dan pengaruh antara faktor-faktor di dalamnya yang menghasilkan pembangunan ekonomi tersebut. Selanjutnya pembagunan ekonomi akan tercermin pada kenaikan pendapatan per kapita dan perbaikan tingkat kesejahteraan pada masyarakatnya. Indikator dari laju pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto.
Keberhasilan pembangunan ekonomi menurut Todaro (2000 : 21) ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu : (1) perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), (2) meningkatkan rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude ) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Ketiga hal tersebut merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) dihampir semua masyarakat dan budaya sepanjang jaman.
Sigit (1980) menyatakan distribusi pendapatan yang merata antar penduduk/rumah tangga mengandung dua segi penting. Pertama adalah meningkatkan tingkat hidup mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh, dalam arti mempersempit perbedaan tingkat pendapatan antar rumah tangga.
D. Pembahasan Masalah
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyumas yang relatif rendah dengan laju pertumbuhan yang rendah pula membawa kepada persoalan yang kompleks. Konsekuensi dari laju pertumbuhan ekonomi yang rendah, maka meskipun perekonomian di Kabupaten Banyumas mengalami pertumbuhan, namun pendapatan per kapita masyarakatnya masih tergolong rendah. Bahkan terdapat kecenderungan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan per kapita. Hal ini menggambarkan adanya pertumbuhan penduduk ataupun pertumbuhan penduduk miskin yang cukup cepat di Kabupaten Banyumas. Sementara itu dampak kebijakan penyesuaian harga, misalnya harga BBM pada tahun 2005 dan kebijakan penyesuaian pendapatan seperti UMR dan gaji PNS yang memicu inflasi dalam beberapa tahun terakhir ini tentunya juga berpengaruh pada tingkat kemisikinan dan distribusi pendapatan di Kabupaten Banyumas. Laju pertumbuhan ekonomi yang rendah dan kemiskinan yang makin meningkat merupakan masalah yang saling berkaitan di antara keduanya.
Tingkat dan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyumas tidak terlepas dari perkembangan kinerja dan struktur perekonomian Banyumas. Memang bahwa sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peranan cukup besar dalam perekonomian Banyumas dari tahun ke tahun tetap dimiliki oleh sektor pertanian, industri, jasa dan perdagangan. Namun meski memiliki proporsi yang cukup besar dalam perekonomian, sektor pertanian dan industri cenderung mengalami penurunan peran dari tahun ke tahun. Kecenderungan ini akan berakibat pada semakin seriusnya persoalan rendahnya kesempatan kerja dan pengangguran terbuka.
Kesempatan kerja di sektor-sektor seperti industri besar, kostruksi, per-dagangan dan keuangan memang memberi-kan pendapatan dan nilai tambah yang tinggi namun ketersediaannya lebih banyak di per-kotaan daripada di pedesaan yang didomi-nasi oleh sektor primer, sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan terutama antara perkotaan dengan pedesaan.
Kinerja perekonomian Kabupaten Banyumas yang masih relatif rendah dalam lingkup regional maupun nasional pada kenyataannya belum secara memadai mampu mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan dan kemiskinan menjadi masalah yang sangat besar jika tidak segera ditindaklanjuti. Penurunan kemiskinan yang berkelanjutan membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Masyarakat miskin memperoleh keuntungan dari pertumbuhan ekonomi karena dengan pertumbuhan ekonomi maka permintaan pasar terhadap tenaga kerja akan meningkat melalui sektor-sektor yang padat karya seperti pertanian, industri kecil dan menengah.
Faktor-Faktor Penyebab Peningkatan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Kabupaten Banyumas
Meningkatnya angka kemiskinan akibat rendahnya laju pertumbuhan ekonomi dan rendahnya pendapatan per kapita.
Turunnya kontribusi sektor pertanian dan industri padat karya dengan indikasi turunnya kontribusi sektor pertanian, rendahnya pendapatan petani, turunnya daya beli bagi petani, usaha kecil dan rumah tangga. Kurang memadainya sektor informal dalam memberikan hasil dan pendapatan bagi pelaku ekonomi sektor informal akibat biaya modal dan produksi serta rendahnya permintaan akibat turunnya pendapatan riil masyarakat karena inflasi. Adanya ketimpangan perolehan pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan terendah seperti petani, buruh dan pagawai kecil serta pelaku sektor informal dengan kelompok mayarakat berpendapatan tertinggi seperti pengusaha, wiraswatawan, dan profesional, sehingga kondisi ini meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan.
Kenaikan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM sejak tahun 2005 dan inflasi yang terjadi berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat dan pengeluaran investasi sehingga membuat iklim usaha yang kurang menguntungkan terutama bagi usaha kecil dan rumah tangga, petani dan sektor informal. Turunnya pen-dapatan relatif bagi kelompok masyarakat berpendapatan terendah (40% terendah) dan tingginya pendapatan relatif bagi masyarakat berpendapatan tertinggi (20% tertinggi) membuat ketimpangan distribusi pendapatan meningkat. Dari distribusi pendapatan masyarakat di Kabupaten Banyumas, nampak bahwa perolehan 20% masyarakat berpendapatan tertinggi (memperoleh 69,8% pendapatan), sedang-kan perolehan 40% masyarakat berpendapatan terendah sangat kecil (hanya 6,8% pendapatan).
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Tiap Kecamatan
Kecamatan di wilayah kota terutama Purwokerto Timur dan Purwokerto Barat yang memiliki kontribusi PDRB Banyumas rata-rata per tahun 2002 – 2006 masing-masing sebesar 13,034 persen dan 6,096 persen yang kecenderungannya meningkat dari tahun ke tahun jelas sangat mencolok dan cenderung dominan. Sementara kecamatan-kecamatan lain seperti Pekuncen dengan kontribusi PDRB rata-rata 2,538 persen cenderung menurun kontribusinya dari tahun ke tahun. Jumlah PDRB Kecamatan Purwokerto Timur banyak disumbang oleh sektor Jasa-jasa (28,57%), angkutan dan komunikasi (23,43%), bangunan (15,94%) sedangkan sektor pertanian hanya (2,14 %) pada tahun 2006.
Jumlah PDRB Purwokerto Barat banyak disumbang oleh sektor bangunan (22,42%), sektor angkutan dan komunikasi (18,34%), jasa-jasa (14,75%) dan pertanian hanya memberikan sumbangan 4,02% pada tahun 2006. Sebaliknya PDRB Kecamatan Pekuncen masih didominasi oleh sektor pertanian sebagai sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB Kecamatan Pekuncen sebesar 41,41 % pada tahun 2006.
Ketidakmerataan distri-busi pendapatan yang lebih tinggi di Banyumas terjadi pada wilayah-wilayah yang sektor-sektor non pertanian atau bisa dikatakan sektor modern seperti jasa, bangunan, angkutan dan komunikasi ke-uangan dan perdagangan memberikan kon-tribusi dan meningkat lebih besar dibanding pertanian.
Sementara wilayah yang masih memiliki sektor pertanian sebagai sektor utama dan memberikan kontribusi terbesar memiliki ketidakmerataan distribusi pen-dapatan yang relatif kecil.
Ketidakmerataan distribusi pendapatan juga terlihat di wilayah kota lebih tinggi daripada wilayah pedesaan. Persentase perolehan pendapatan tertinggi terutama dimiliki oleh 20% kelompok masyarakat berpendapatan tertinggi yang berada di wilayah kota jauh lebih besar daripada yang diperoleh kelompok yang sama di pedesaan. Ketimpangan distribusi pendapatan yang tinggi di kota akibat berpolarnya perolehan pendapatan antara 40% kelompok masyarakat berpendapatan terendah seperti pelaku sektor informal, buruh dan pegawai rendah dengan 20% kelompok masyarakat berpendapatan tertinggi seperti para pengusaha, wiraswastawan, dan profesional yang lebih mampu memperoleh penghasilan tinggi di kota dan di sektor yang memberikan nilai tambah atau output tinggi.
Mata pencaharian penduduk di wilayah desa kebanyakan didominasi oleh petani, buruh tani, buruh industri dan buruh bangunan serta pedagang yang memiliki variasi pendapatan yang relatif kecil dibandingkan wilayah kota. Sementara itu variasi pendapatan dari mata pencaharian penduduk wilayah kota terutama antara buruh tani, buruh industri, buruh bangunan, serta pelaku sektor informal dengan pengusaha, pedagang dan profesional sangat tinggi sehingga menimbulkan ketidak-merataan distribusi pendapatan yang relatif tinggi di kota terutama di Kecamatan Purwokerto Timur dan Purwokerto Barat.
E. PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas,bahwa terjadi kecenderungan kenaikan ketimpangan distribusi pendapatan antar rumah tangga di Kabupaten Banyumas sampai dengan saat ini. Kenaikan ketimpangan distribusi pendapatan antar rumah tangga tersebut terjadi karena semakin menurunnya pendapatan relatif dan pendapatan riil oleh 40% kelompok masyarakat berpendapatan terendah akibat; (1) dari sisi penawaran antara lain terbatasnya kepemilikan dan kesempatan memperoleh modal, keterbatasan kesempatan berusaha dan bekerja, posisi tawar yang lemah; (2) dari sisi permintaan antara lain karena kondisi ekonomi yang kurang meng-untungkan bagi usaha mereka dan per-mintaan yang rendah akibat inflasi dan kenaikan harga BBM.
Di pihak lain kelompok 20% masyarakat berpendapatan tinggi yang umumnya pengusaha besar, profesional dan wiraswasta mampu memperoleh penghasilan yang tinggi. Pengusaha besar memiliki kesempatan memperoleh penghasilan yang tinggi di tengah minimnya upah buruh atau pekerja. Selain itu kelompok masyarakat berpendapatan tertinggi yang di dalamnya terdapat pengusaha, wiraswastawan, dan profesional serta profesi lainnya yang diuntungkan dengan adanya peningkatan sektor modern seperti sektor jasa, keuangan, bangunan, angkutan dan komunikasi terutama di kota sebagai pusat kegiatan ekonomi. Kelompok masyarakat berpendapatan tinggi relatif tidak terpengaruh secara berarti dengan adanya inflasi dan kenaikan harga BBM serta kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan dibanding kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Kesempatan kerja di sektor-sektor seperti industri besar, bangunan, per-dagangan dan keuangan memang memberikan pendapatan dan nilai tambah yang tinggi namun ketersediaannya terbatas dan lebih banyak di perkotaan daripada di pedesaan yang didominasi oleh sektor primer, sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan terutama antara perkotaan dengan pedesaan.
b. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas, saran agar pemerintah daerah harus lebih serius untuk menangani masalah ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan dengan kebijak-kan lebih bervisi pada: (1) kebijakan pembangunan yang pro kemiskinan tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menitikberatkan pada pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan, (2) promosi dan pengembangan sektor informal, (3) pengembangan usaha kecil menengah (UKM) melalui pusat-pusat industri komoditi lokal, (4) pengembangan agribisnis dan agroindustri untuk menciptakan keterkaitan sektoral untuk mengangkat sektor pertanian. Pembangunan pertanian dan ekonomi pedesaan tersebut ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing masyarakat pertanian. Pemerintah daerah juga perlu melakukan kebijakan peningkatan upah buruh dan pekerja dengan disesuaikan kembali dengan kebutuhan hidup layak minimum terkini akibat inflasi melalui kebijakan kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) untuk mengurangi kesenjangan pendapatan yang besar antara buruh dengan pengusaha yang terjadi terutama di sektor modern dan perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (2004). Ekonomi Pembangunan, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajad (2003), Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Todaro, Michael P. (2000), Economic Development, Pearson Education Limited, New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar